Prolog
Kami menikah pada bulan Mei 2006 setelah berpacaran selama 7 tahun :) cukup lama yach hehe…
Awalnya memang sempat ditentang oleh orangtua kedua belah pihak karena umur kami yang terpaut 2 tahun (aku 2 thn lebih tua dari suamiku) - tetapi kami tidak hiraukan ocehan mereka sebab kami sendiri merasa tidak ada masalah dengan perbedaan tersebut.
Singkat cerita, setelah 1 thn pertama pernikahan kami dan belum juga dikaruniai anak - pada September 2007 kami mulai berkonsultasi ke dokter. Pada waktu itu kami memilih dr Djoko Sekti W SpOG (kfer) di RS Premier Bintaro (dahulu bernama RS International Bintaro) karena dekat dengan lokasi tempat kami tinggal dan juga reputasi beliau. Kami mengikuti semua pengecekan yang beliau sarankan dari mulai USG transv (rahim normal dan bersih), HSG (kedua tuba patent), test sperma (hasil kurang baik dan disarankan test kembali), TORCH (baik-semua negative), test sperma yang kedua hasil excellent. Kemudian beliau menyarankan untuk test ACA - dari sini diketahui bahwa ACA ku cukup bisa dikatakan tinggi dan mengkhawatirkan. Beliau merujuk aku untuk treatment dengan dokter Hematologi di RS yang sama dengan dr Dewata Dermawan (dokter senior yang cukup mumpuni). Selama 3 bulan aku diterapi darah dengan beliau - test lagi dan lagi dan lagi sampai kepada kesimpulan bahwa ACA ku sudah kembali normal di bulan February 2008…you know guys, sebelumnya aku tidak pernah tahu apa itu ACA, yang aku tahu aku sering sekali merasa sakit kepala seperti migrain - ternyata itu adalah salah satu gejala ACA tinggi (kekentalan darah).
Setelah terapi ACA ini selesai, kami memutuskan untuk break sejenak karena kami sudah mulai kehabisan dana pada saat itu (maklumlah…kami baru sama-sama bekerja dengan gaji pas-pasan hahaha), dan kami juga merasa tidak ada problem yang berarti dari proses pemeriksaan yang telah kami jalani. Kami mencoba hamil dengan cara alami sambil kembali menata finansial kami yang sempat kocar-kacir karena terus disumbangkan untuk para dokter dan RS :)
May 2008: Aku terkena DBD dan paratypus - dirawat di RS selama 4 hari, dan di tahun yang sama suamiku juga menjalani operasi hernia.
2009: Setelah kami break dari rutinitas dokter, pada bulan Agustus 2009 kami mulai kembali konsultasi ke dokter dan kali ini kami berkonsultasi dengan dr Karel Manaary SpOG di RS Abdi Waluyo. Beberapa kali berobat dengan beliau, masih dengan status yang sama bahwa kami tidak ada masalah, hanya diberikan obat-obatan hormon dan vitamin untuk sperma. Sampai kami begitu lelah di bulan Desember 2009 dokter Karel akhirnya menyarankan kami untuk mengikuti inseminasi. Pada waktu itu aku sudah sempat disuntik di perut yang harganya aduhai bikin dompet langsung sobek..bayangkan 800 ribu boo... sekali suntik untuk permulaan proses inseminasi. Tetapi kembali kami tidak melanjutkan proses tersebut karena sudah sangat lelah, bayangkan setiap kontrol dengan beliau selalu dipanggil pada tengah malam dan saat itu kami belum mempunyai mobil, sementara jarak RS ke rumah kami di Bintaro cukup signifikan membuat badan kami rontok dengan hanya bermodalkan bolak-balik naik motor. Benar-benar perjuangan banget saat itu… :)
2010-2013: Kami total tidak melakukan kontak apa-apa dengan perdokteran dan RS karena sudah jenuh dan benar-benar sudah pasrah tidak lagi memikirkan untuk memiliki keturunan. Jika Tuhan berkehendak, semuanya pasti terjadi….itu saja pegangan kami saat itu. Hanya kami sesekali berobat secara tradisional, berpindah-pindah kesana-kesini yang juga tanpa hasil. Itupun karena dorongan dari orangtua. Selama waktu itu kehidupan perekonomian kami juga semakin baik dengan pekerjaan yang lebih baik juga. Kami sudah bisa memiliki mobil, dan sangat sering kami melakukan perjalanan liburan ke luar negeri seperti Singapore, Malaysia, Jepang, Hongkong, Cina, Macau, dll. Entah untuk liburan, atau hanya untuk nonton konser, atau sekedar menonton F1 yang menjadi kegemaran suamiku.
2014: Tahun ini kami seperti diingatkan oleh Tuhan untuk 'wake up' dari keterpurukan kami, supaya kami bangun dari keputus-asaan. Aku juga menyadari umurku tidak lagi muda dan akan segera mendekati angka 'forty'. Melalui sahabat dan teman dekat, kami disarankan untuk mengikuti program IVF (In Vitro Fertilization) atau bahasa bekennya Bayi Tabung sebagai upaya atau langkah terakhir kami. Aku dan suami-pun mulai mendiskusikan kira-kira akan lakukan IVF dimana…banyak sekali info dari media dan teman-teman yang merekomendasikan beberapa tempat bahkan kami juga sempat terpikirkan untuk mengikuti program IVF di Penang. Namun setelah proses berhitung yang ternyata sama saja dengan di Jakarta, dan juga dengan pertimbangan-pertimbangan lainnya, kami memutuskan untuk mengikuti IVF di Jakarta. Seminar demi seminar yang membahas mengenai IVF juga kami ikuti untuk membekali kami dengan pengetahuan yang lebih detail mengenai proses tersebut.
Karena sudah sekitar 5 tahun lamanya kami tidak 'bercengkrama' dengan dunia kedokteran, kami saat itu memutuskan untuk melakukan preliminary check dulu untuk mengetahui kondisi terakhir dari kesehatan reproduksi kami berdua di RSPAD (pavilion Kartika) dengan dr Sita Ayu SpOG yang juga berpraktek di RS Bunda. Betapa shock-nya kami setelah dilakukan USG transv ditemukan ada 2 kista di kiri dan kanan tuba. Down?! sudah pasti....tetapi kami seperti dibekali semangat untuk terus maju dan tidak berhenti sampai disini.
Setelah selama ini kami menganggap tidak ada masalah, dengan ditemukannya 2 kista ini benar-benar membuat kami sedikit kawatir...ternyata masalah bisa kapan saja datang menghampiri tubuh kita kalau kita tidak menjaganya. Sementara aku diberikan surat pengantar untuk test hormon lengkap di haid hari ke-3 dengan hasil: (LH 3.16; FSH 5.33; Prolaktin 11.69; Estradiol 39.48; AMH 3,6000) - masih sangat bagus di usiaku yang sudah 37 tahun ini, menurut dr Sita.
Visit ke-2 dengan beliau dikatakan bahwa ukuran telurku belum mencukupi pada H-10 setelah haid. Jadi disarankan untuk menunggu cycle berikutnya, sementara disarankan untuk melakukan test ACA IgM dan sperm check.
Visit ke-3 dikatakan kondisi dinding rahim ok, hormon ok, tetapi kembali kami dikejutkan bahwa sperma suami kurang baik, sehingga diberikan obat-obatan vitamin untuk si sperma. Sementara itu aku dianjurkan untuk melakukan hidrotubasi - untuk mengetahui apakah saluran telurku ada sumbatan atau tidak.
October 2014: Hidrotubasi dilaksanakan. Jangan ditanya seperti apa rasanya...hahaha...pada saat cairan itu dimasukkan ke dalam miss V, wuiiihhhhhh mueeellleeeessssnyaaa ga karuan seperti habis makan cabe 1 kg....aku sampe meringisss dan merintihh...sementara suami cuma bisa ngelus-ngelus kepalaku aja...anyway, hasil dari hidrotubasi tersebut kembali membuat aku down-karena dikatakan bahwa tuba kananku non-patent alias terdapat perlengketan; jadi hanya tuba kiri saja yang masih bagus. Beliau menganjurkan untuk melakukan laparoskopi sebagai step selanjutnya.
Disini kami mulai ragu.....apakah benar laparoskopi adalah tindakan yang sesuai dengan kebutuhan kami saat ini? sementara kami kan tidak ingin mengambil langkah untuk melakukan inseminasi, tetapi kami ingin langsung menuju proses IVF dengan pertimbangan usia dan presentase keberhasilan yang masih diatasnya juga?! Menurut kami metode yang dipilih terlalu bertele-tele. Sepertinya kami mulai merasa perlu mencari 2nd opinion.
Informasi demi informasi kami kumpulkan dan seleksi, bahkan kami juga sempat berkonsultasi dengan dr Ivan Sini SpOG di RS Bunda. Beliau mengatakan jika yang dipilih adalah IVF, maka laparoskopi tidak perlu.
Dengan berbekal informasi ini dan juga informasi-informasi yang kami kumpulkan dari teman-teman, kami mulai searching lokasi dan dokter yang akan kami pilih untuk pelaksanaan IVF. Sementara persiapan fisik lain juga kami persiapkan dengan lebih rajin berolahraga (jalan pagi) dan akupuntur rutin seminggu sekali di Pro Healthy Clinic-blok M. Sementara untuk makanan, kami benar-benar menghindari yang namanya junk food, makanan kalengan, soda, snack-snack, ga ada lagi dalam kamus jajan sembarangan; yang ada hanya makanan sehat di dalam kulkas kami seperti telur ayam kampung yang kami konsumsi setiap hari sebanyak 3 butir (putihnya saja), ikan-ikanan, buah-buahan, jus alpukat setiap hari, yogurt, salad dan sebisa mungkin sayuran beli yang hidroponik/organik. Kami benar-benar meninggalkan cara hidup lama kami dan mengubahnya dengan pola hidup sehat.
Masih di October 2014, melalui Facebook-Club Bayi Tabung kami mendapat informasi mengenai seminar IVF dengan dr Budi Wiweko SpOG (kfer). Setelah mengikuti seminar yang beliau bawakan, sepertinya kami merasa cocok sekali dengan program beliau dan terlihat beliau juga seorang dokter yang asyik dengan pengalaman yang sudah tidak diragukan lagi.
Klinik dr Sander B (Daya Medika) yang terletak di Kebon Jeruk-Tomang Jakbar menjadi pilihan kami, karena team IVF mereka yang dimotori oleh dr Budi Wiweko SpOG (kfer), dr Muharam Natadisastra SpOG (kfer), dr Gita Pratama SpOG, MRepSc, dan beberapa dokter ahli lain yang sudah cukup lama 'bermain' dalam teknologi IVF.
Akhir October 2014, untuk pertama kalinya kami bertemu dan berkonsultasi dengan dr Budi Wiweko (dr Iko) dan mengutarakan niat kami untuk mengikuti IVF. Setelah beliau melakukan screening dan melihat hasil-hasil preliminary check kami sebelumnya, beliau mengatakan bahwa kondisi kami sudah siap untuk di'eksekusi' hahaha..."semua sudah ok dan bagus tinggal mau kapan jadwal IVF-nya...?" begitu tutur beliau...wuihhh lega rasanya kami bisa langsung tancap gas dan tidak perlu melakukan serangkaian tes ini itu lagi. Sementara 2 kista yang bercokol di tuba juga hanya dianggap sepele oleh beliau sambil berkelakar mengatakan "ahhh itu hanya kista unyil...ga masalah...!"
--> to be continued ....
No comments:
Post a Comment